POIN-POIN PENTING TENTANG SYSTEM TMI/KMI YANG DILAKSANAKAN OLEH PONDOK PESANTREN DARUSSALAM
Disampaikan oleh: KH. Cecep Ishaq Asy’ari Mu,thy dalam rangka kunjungan PM Tazakka
Rabu, 29 April 2015
1. Pondok Pesantren Darussalam Kersamanah Garut sudah berdiri sejak 1986, jadi sudah berusia kurang lebih 29 tahun. Selama itu, PP. Darussalam Garut tetap eksis menggunakan kurikulum TMI/KMI seperti PM Gontor.
2. Selama 10 tahun berdiri, santrinya tidak pernah lebih dari 100 orang, namun tetap yakin bahwa sistem TMI/KMI akan mendapatkan kepercayaan. Akhirnya setelah tahun ke-10, santrinya bisa lebih dari 100 orang. Sekarang sktr 1500an orang.
3. Menurut beliau, “lambannya jumlah santri itu adalah cara Allah untuk memberi kesempatan kepada kami guna menata pondok dengan segala sistem kehidupannya, baik pengajaran maupun pendidikannya”.
4. Maka menggunakan sistem TMI/KMI ini yang terpenting adalah KEPERCAYAAN Kiainya dan bukan pengaruh orang. Kalau kita menggunakan sistem TMI/KMI, berarti kita ini muttabi’ bukan mubtadi, maka tidaklah sulit. Sebab sudah ada contohnya yaitu Gontor.
5. Kami memilih TMI/KMI karena melihat sejarah ketika Pak Zar (KH. Imam Zarkasyi) diundang Depag saat itu untuk merancang sistem pendidikan Islam, beliau mengenalkan sistem KMI ini. Namun, karena sistem KMI tersebut tidak diterima, maka sistem tersebut dikembangkan sendiri di PM Gontor dan belum pernah berubah hingga saat ini. Dari situlah kemudian muncul ucapan Pak Zar “Kalaulah muridku hanya satu, maka yang satu itu tetap akan saya ajar. Dan kalau yang satu itupun akhirnya tidak betah dan pulang, maka saya akan mengajar dengan pena”.
6. Saat itu ada beberapa pondok alumni yang menggunakan sistem TMI/KMI, namun seiring jalannya waktu banyak dari mereka yang berubah haluan menggunakan sitem MTs/Aliyah. Hanya PP. Darussalam Garut dan PM Al-Amien Prenduan Madura yang tetap menggunakan sistem TMI/KMI dan alhamdulillah bisa tetap berkembang dan bisa dikatakan maju, terutama kemajuan di PP. Darussalam Garut dirasa pada 5 tahun terakhir. Di Al-Amien Madura sebenarnya ada juga MTs dan Aliyah disamping TMI, namun yang maju justru TMI-nya.
7. Awalnya ketika PP. Darussalam Garut menggunakan sistem TMI/KMI, Pondok ini digoblok-goblokkan orang bahkan sampai di pemerintahan karena tidak akan mendapat fasilitas dan bantuan apa-apa. Tapi Allah Maha Adil, Pondok ini mendapatkan bantuan dari orang lain yang justru lebih besar dari bantuan pemerintah.
8. Permasalahan di Pondok akan tetap ada dan muncul, bahkan terkadang kita yang membuat pekerjaan yang memunculkan permasalahan. Masalah santri, guru, keluarga dan sarana akan terus ada. Maka, Kiai harus kuat, harus tau masalah, menguasai masalah dan mampu menyelesaikan masalah. Kata pak Zar, “Pondok harus dikeloni 24 jam”.
9. Masyarakat harus dibina, karena mereka adalah pagarnya pondok, bahkan perlu juga untuk dipikirkan kehidupan mereka secara tidak langsung. Begitu pula hubungan dengan pemerintah haruslah harmonis.
10. Hubungan dengan Gontor sebagai guru kita juga harus terus dijalin. Rumusnya, apabila dipanggil, maka tidak ada kata menolak karena sibuk, harus datang. Kalau dari Gontor hadir ke Pondok, maka kita harus ada di pondok. Apa yang diperintahkan Gontor harus dilaksanakan.
11. Dengan sistem TMI/KMI ini yang dicari adalah kualitas, bukan mengejar kuantitas. Idealnya pondok itu akan bisa maju dan berkembang cukup santrinya maksimal 1.500 orang. Kalau lebih maka idealnya buka cabang / kampus baru.
12. Apabila lebih dari itu, maka akan ada sistem pengajaran dan pendidikan yang terganggu. Maka solusinya bisa dibuat podok cabang dengan pengelola atau pengasuh yang berbeda tetapi tetap satu, bukan menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang berdiri sendiri.
13. Ingat bahwa santri ke sini bukan mencari ijazah, tapi mencari kualitas pendidikan dan pengajaran untuk bekal hidup mereka nanti. Jadi meskipun TMI/KMI ada hubungannya dengan Muadalah, TMI/KMI yang harus dikuatkan karena TMI/KMI adalah pokoknya, sedangkan muadalah adalah sampingan atau imbas dari sistem TMI/KMI yang berjalan dengan baik.
14. Kemandirian Pondok harus dijaga dan dikembangkan, kalau ada bantuan jangan sampai bantuan itu bersifat mengikat, tapi bantuan tersebut harus Lillahi Ta’ala. Guru tidak digaji, tapi dengan sistem ihsan malah menjadi lebih berkah, apalagi ada ruh keikhlasan di dalamnya.
15. Kaderisasi juga harus dipikirkan, jika tidak ada kaderisasi, maka nilai, jiwa, falsafah, visi dan misi pondok tidak akan terwariskan dan lambat laun pondok akan mati. Ingat, yang diwariskan adalah jiwa, nilai, falsafah, visi dan misi yang akan kita wariskan.
16. Besarnya Pondok tergantung kapasitas kita (Pimpinan dan semua elemen pondok). Seberapa kemampuan dan kapasitas kita, maka sebesar itu pula nanti pondok akan maju.
17. Berkah Kiai itu doanya, maka Kiai harus terus berdoa dan banyak berdoa untuk keberkahan pondok.
18. Kalau mau ikut Gontor harus kaffah, jangan setengah-setengah. Sistem dan jiwanya serta ruhnya harus ditiru secara kaffah. Ingat, guru mengajar bukan karena kepandaiannya, tapi karena ruhnya dan jiwanya. Santri sebelum alumni berfikir mengabdi bukan mencari uang, itu juga ruh dan jiwa.
19. Kunci keberhasilan Trimurti adalah KEBERSAMAAN, maka kita harus kompak dan bersatu agar maju dan sukses. Bahkan dengan kebersamaan itu Trimurti pernah berebut mati, dan kadang yang tua harus mengalah jika memutuskan sesuatu, bahkan kalau salah satu mau meninggalkan pondok meskipun hanya untuk walimahan ke tetangga, mereka akan izin ke yang lain.
SUMBER : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=899723943418372&id=100001423250002&refid=12&_ft_=top_level_post_id.899723943418372